Tipologi Budaya
Pengertian Tipologi merupakan suatu pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan Blake,1981:1-3).
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya, dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Tipologi budaya organisasi bertujuan untuk menunjukkan aneka
budaya organisasi yang mungkin ada di realitas, Tipologi budaya organisasi
dapat diturunkan dari tipologi organisasi misalnya dengan membagi tipe
organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis kekuasaan dengan jenis
keterlibatan individu di dalam organisasi.
Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan Heskett
(1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu budaya kuat
dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan budaya adaptif.
Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh orang luar sebagai
memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-nilai
yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam pernyataan misi dan
secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya
sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung tidak banyak berubah
walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990) mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti
dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota
yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai
itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang berbudaya
lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jatidiri organisasi
tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun berubah
setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik memiliki perspektif
yang menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakikat
budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan konteksnya. Konteks itu
dapat berupa kondisi objektif dari organisasinya, segmen usahanya yang
dispesifikasi oleh strategi organisasi atau strategi bisnisnya sendiri. Konsep
kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam menjelaskan perbedaanperbedaan
kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi konsepnya mengatakan bahwa suatu
budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh karena itu, beberapa variasi
dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis bisnis yang
berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa organisasi merupakan
sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah,
organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi,
dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian
secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu
menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan
perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya
organisasi sebagai berikut:
a) Peraturan-peraturan perilaku
yang harus dipenuhi.
b) Norma-norma
c) Nilai-nilai yang
dominan
d) Filosofi
e) Aturan-aturan
f) Iklim organisasi
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur
tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik
yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan
produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya
organisasi, yaitu:
a) Inisiatif individu
b) Toleransi terhadap resiko
c) Pengarahan
d) Integrasi
e) Dukungan manajemen
f) Pengawasan
g) Identitas
h) Sistem penghargaan
i) Toleransi
terhadap konflik
j) Pola komunikasi
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996
:290-291), ada empat tipe budaya organisasi :
1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para
lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian
mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai
karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan
memecahkan suatu masalah.
2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke
arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi
pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan
juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta
mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim bisbol
Perusahaan berorientasi bagi
para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil
yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang
agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala
usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat
besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4. Benteng
Perusahaan condong
untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak
perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat
kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan
berada dalam masa peralihan.
Inisiatif individual adalah seberapa
jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi
tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota
organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam
melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai
dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko,
menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif,
inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini
berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan
terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat
dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh
keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari
masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik.
Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan
komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam
melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi
peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara
keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota
organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh
loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan
dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan
gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan.
Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong
karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang
terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap
perusahaan.
Referensi
Komentar
Posting Komentar